Apa lagi kalau perginya ke Italia, negara yang tidak hanya terkenal lewat mobil mewah, perancang haute couture, karya seni, dan arsitektur yang indah tetapi juga lewat kelezatan pizza dan pastanya. Saya mau berbagi sedikit cerita tentang pengalaman makan-makan selama di Milan, Italia. Kebetulan pasta adalah salah satu makanan favorit saya…
Hari pertama di Milan, Fitorio, memperkenalkan kami pada aperitivo, acara minum-minum sebelum makan malam, di sebuah resto bernama Maya yang terletak di distrik Navigli, tidak sampai 500 meter berjalan kaki dari stasiun metro Porta Romana. Selain minuman, pengunjung juga bisa menikmati berbagai makanan mulai dari salad, sup, roti, pasta, risotto, pizza, lasagna, hingga tiramisu, sepuasnya, cukup dengan membayar satu gelas minuman apa saja seharga 9 euro. Meskipun disebut makanan pembuka, bagi kebanyakan orang Indonesia, makanan-makanan itu sudah lebih dari cukup. Percayalah, lambung kita tak akan sanggup melanjutkan ke acara makan utama yang pilihan menunya pasti lebih berat lagi :D Bagi yang suka makan, saya sarankan untuk memesan minuman yang ringan saja seperti soft drink. Minuman yang terlalu berat akan membuat kita lekas kenyang dan semakin haus pula. Rugi kalau harus memesan minuman sampai dua kali, kan?
Dari sebegitu banyaknya jenis makanan yang disediakan di Maya, saya hanya sanggup mencicipi empat macam dalam porsi piring-piring kecil. Meskipun mata dan lidah masih tertarik, tapi perut sudah menyerah.
Secara umum, harga makanan di Milan lebih murah dari pada harga makanan di Den Haag. Pilihannya juga lebih beraneka. Untuk harga yang sama dengan resto kelas “warteg” di Den Haag, kita bisa mendapatkan makanan resto kelas kafe di Milan.
Kafe cantik di pinggir jalan… |
Kalau yang ini hanya dilewati saja :) |
Cita rasa makanannya juga lebih ok dari pada makanan Belanda…
Jangan lewatkan hari tanpa ini… |
dan ini… |
Setelah beberapa kali membeli kue dan kopi di sebuah kafe di Cadorna,
saya baru sadar kalau harga makanan/minuman ternyata bisa lebih murah
lagi kalau dinikmati sambil berdiri. Kebiasaan orang di Italia ini
memang lucu kalau diperhatikan; jalan – masuk kafe – pesan minuman –
tenggak – lalu jalan lagi, tanpa duduk.
Untuk makanan saya harus lebih cermat memilih. Cari yang aman saja, tanpa salami, pastrami, sosis, dsb… :)
Roti isi salmon… |
Spaghetti pomodoro; saus tomat, keju, dan daun basil… |
Roti + olive oil selalu tersedia dan gratis! |
Cheese Pizza |
Temperatur kota yang dingin memang membuat saya merasa lebih cepat lapar. Dan rupanya di musim seperti itu perut melayu saya ini tidak cukup diisi dengan roti saja, dia menuntut makanan yang lebih berat seperti nasi, mie, atau pasta.
Setelah alamat ditemukan kami masih harus menunggu beberapa menit karena resto belum dibuka, pelayan bersikukuh meminta kami menunggu di luar, padahal hujan turun semakin deras. Saya baru merasa lega setelah masuk ke dalam ruangan resto yang hangat. Butuh perjuangan lebih untuk menikmati makan malam kali ini :)
Menunggu sambil menggigil di bawah plang resto ini |
Wajah-wajah tersenyum menahan lapar |
Karena tak ada satupun dari kami berenam
yang mengerti betul makanan tradisional Italia kami sempat bingung juga
waktu memilih makanan yang tertera dalam buku menu. Akhirnya pilihan
kami jatuh pada:
Gnocchi |
Gnocchi adalah menu pertama. Entah karena lapar atau apa, makanan ini rasanya enaaaaak sekali. Kami langsung sikat hingga tandas :)
Spaghetti |
Fettucini |
Keesokan harinya kami sudah harus meninggalkan kota Milan dan kembali ke “posko” utama di Den Haag (itu berarti kembali makan roti dan keju Belanda).
Terima kasih Danny, Wenny, dan Catalina yang bersedia meluangkan waktu untuk menemani kami. Juga pada Fitorio, yang meskipun sibuk dan lelah tapi tetap berusaha menjadi tuan rumah yang baik buat kami berdua (dan untuk roti, nutella, dan teh hangat yang tersedia di meja setiap pagi).
Tuan rumah dan tamunya |
“Life is a combination of magic and pasta.”
- Federico Fellini
Arrivederci!
artikel ini juga bisa dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar